Misunderstanding
Nama : Ibnu Rafli
Nim : 18107030012
Kelas : A Ilmu Komunikasi 2018
Mata
Kuliah Kajian Sosial Iklan – Resepsi Audience (Encoding - Decoding "Stuart Hall")
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Semoga kita semua dalam keadaan sehat dan dalam linidungan Allah SWT dalam menghadapi wabah Covid-19 yang sedang kita lawan saat ini. Kali ini saya ingin mencoba menjelaskan Teori Resepsi Audience dengan Model Encoding-Decoding terhadap periklanan yang ada di Indonesia. Saya juga akan memberikan beberapa contoh yang menurut saya merupakan miscomunication dalam Encoding-Decoding antara pengiklan dan audiencenya. Oleh karena itu menurut saya ini merupakan hal yang cukup penting untuk diperhatikan oleh para pengiklan agar iklan yang ingin disampaikan tepat sesuai sasaran dan tidak menciptakan miscomunuication dengan audience yang ingin disasar.
Sebelum kita masuk ke pembahasan, terlebih dahulu kita harus tau dulu apa yang dimaksud dengan Resepsi Audien. Menurut Materi PDF yang diberikan oleh dosen saya, Resepsi audience adalah sebuat respon yang diberikan oleh pembaca terhadap teks bacaan yang mereka terima sesuai dengan model-model yang ada.
Model yang akan dibahas di pembahasan kali ini adalah model Encoding-Decoding yang dicetus oleh Stuart Hall. Model ini menjelaskan Produser media bisa saja meng-encode pesan demi tujuan ideologis maupun institusional, tapi penerima tak harus menyetujui pembacaan yang disarankan (preferred reading) malah sebaliknya mereka bisa “menegosiasi”(negotiate) dan “menentang (oppose) makna yang disarankan itu. Atau pengertian sederhananya adalah "Produser Media (pengiklan) menciptakan pesan dengan tujuan suatu hal, tetapi si penerima bisa saja membaca pesan tersebut dengan makna yang berbeda".
Contohnya bisa kita lihat pada iklan Baliho berikut.
Sumber https://wolipop.detik.com/hijab-update/d-4171823/iklan-rok-di-atas-jadi-viral-ini-tanggapan-pihak-rabbani |
Pada iklan baliho diatas terdapat salah satu iklan yang ditampilkan oleh pihak Brand Jilbab Rabbani. pesan Encoding yang ingin disampaikan oleh Pengiklan sebenarnya adalah untuk menjunjung tinggi budaya ketimuran yang selalu berpakaian sopan. tetapi Decoding yang diterima oleh Audience nya berbeda dengan yang diharapkan oleh sang pengiklan. Adapun tanggapan seorang audience setelah melihat iklan ini seperti berikut, "gini amat iklannya, their copywriter deserves an award for the most stupid content of the year". Ia berkomentar seperti itu di media Twitter dengan cuitan tersebut mendapatkan 1.377 retweet dan hampir 500 likes.
Sumber https://www.kompasiana.com/issonkhairul/54f37ca3745513932b6c784c/sampoerna-a-mild-lamalama-malu-iklan-rokok-tak-senonoh?page=2 |
Tidak hanya Brand Rabbani saja yang pernah membuat iklan yang membuat para audience nya salah paham, kejadian serupa juga dilakukan oleh Brand Rokok Sampoerna. Iklan baliho yang pernah mereka tampilkan membuat masyarakat disekitar merasa risih dan tidak nyaman dengan keberadaan iklan tersebut. Bahkan ada yang menentang dengan keras keberadaan iklan tersebut karena dianggap memiliki visual dan tagline yang tidak senonoh.
Sedangkan pendapat dari pihak pengiklan menyebutkan bahwa tagline dan visual yang digunakan itu dengan tujuan memikat kaum pemuda yang memang biasanya lebih mudah dipengaruhi untuk mau merokok. tetapi pesan yang diterima oleh masyarakat berbanding terbalik dan membuat masyarakat geram akan hal tersebut. tetapi tidak lama setelah banyaknya komplain yang diterima oleh PT HM Sampoerna Tbk, mereka mulai menarik iklan baliho tersebut diberbagai tempat.
Dan masih banyak lagi iklan yang sebenarnya tidak tersampaikan secara benar Encoding-Decodingnya. Bisa jadi karena pengiklan memposisikan dirinya sebagai komunikator yang tidak memperhatikan aspek budaya dan perspektif masyarakat sekitar yang akan mereka pengaruhi dengan iklannya. Jadi apabila kita merujuk pada teori Encoding-Decoding Struart Hall yang menjelaskan bahwa pesan yang di Encoding produser media bisa saja memiliki tujuan tertentu, tetapi penerima tidak harus menerima sesuai apa yang diinginkan oleh si produser, bahkan penerima bisa "menegosiasi" bahkan "menentang" pesan yang disampaikan oleh produser media.
Mungkin itu saja yang bisa saya jelaskan mengenai Model Resepsi Audience Encoding-Decoding Stuart Hall beserta contoh yang ssesuai menurut analisis saya. Apabila ada kekurangan atau kesalahan saya mohon maaf, kritik dan saran saya tampung selama bisa membuat tulisan saya menjadi lebih baik.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Comments
Post a Comment